Kamis, 18 Maret 2010

300 Juta Orang Terkena Toxoplasmiosis

Kamis, 06/08/2009 16:35 WIB

300 Juta Orang Terkena Toxoplasmiosis

Bagus Kurniawan - detikHealth


img
(Foto: scientificamerican)
Yogyakarta, Toxoplasmosis merupakan penyakit zoonosis klasik yang bisa dijumpai hampir di seluruh dunia. Berdasarkan data World Health Organization (WHO) sekitar 300 juta orang yang menderita toxoplasmosis.

Penyakit ini bisa menyerang manusia, berbagai jenis mamalia termasuk hewan kesayangan, serta satwa eksotik ini memiliki dampak ekonomis yang penting karena bisa menimbulkan gangguan pertumbuhan dan fertilitas termasuk abortus.

Hal itu diungkapkan Prof Dr drh Wayan Tunas Artama dalam pidato pengukuhan sebagai Guru Besar Faklutas Kedokteran Hewan (FKH) Universitas Gadjah Mada (UGM), di Balai Senat UGM, Kamis (6/8/2009).

"Sampai saat ini toxoplasmosis masih banyak menjadi perhatian. Penyakit ini dapat ditularkan dari hewan ke manusia melalui sista di dalam daging serta sayuran atau buah dan air yang tercemar," kata Wayan.

Menurut dia, pada wanita hamil yang mengalami infeksi primer pada kehamilan trisemester pertama dapat mengakibatkan keguguran. Kelainan juga akan terjadi pada janin seperti hidrosefalus, mikrosefalus, anesefalus. "Bisa juga mengakibatkan retardasi mental, retinokorioditis dan kebutaan," kata staf pengajar FKH UGM ini.

Dia mengatakan toxoplasmosis dapat mengakibatkan cacat seumur hidup, kematian pada bayi, bahkan menjadi fatal bagi pengidap HIV. Gejala toxoplasmosis bisa berlangsung beberapa minggu hingga akhirnya berkurang, ditandai dengan lesu, sakit kepala, nyeri otot-sendi, disertai demam.

Pria yang meraih gelar doktornya di Institut fur Veterinar Biochemie, Frei Universitaet Berlin tahun 1989 itu mengambil pidato pengukuhan berjudul "Biologi Molekuler Toxoplasma dan Aplikasinya Pada Penanggulangan Toxoplasma".

Menurut dia penyakit ini kurang diperhatikan karena gejala klinis yang muncul menunjukkan kemiripan dengan penyakit lain seperti flu. Kecurigaan terhadap penyakit ini baru akan timbul jika gejala klinis disertai dengan pembesaran kelenjar limfa. Karena tingginya prevalensi penyakit ini di masyarakat maka perlu dikembangkan berbagai upaya diagnosis dini dan pencegahannya baik pada manusia maupun hewan. Berdasar data prevalensi toxoplasmosis, sebagian besar penduduk Indonesia pernah terinfeksi parasit Toxoplasma gondii. Pemeriksaan antibodi pada donor darah di Jakarta memperlihatkan 60 persen diantaranya mengandung antibodi terhadap parasit tersebut. Penyebaran toxoplasmosis dapat disebabkan karena pola hidup yang kurang higienis seperti tidak mencuci tangan sebelum makan, makan daging setengah matang yang tanpa disadari mengandung sista.

Pemberian obat seperti sulfonamide dan pyrimethamine bisa membunuh toxoplasma pada stadium takizoit, namun pengobatan tersebut tidak efektif pada stadium bradizoit. Selain itu, obat-obat tersebut bersifat toksik sehingga tidak disarankan untuk digunakan dalam jangka waktu lama.

Pencegahan merupakan faktor utama untuk mengurangi prevalensi toxoplasmosis pada manusia. Oleh karena itu untuk menghindari penularan toxoplasma melalui oosit infektif dapat dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya selalu menjaga kebersihan hewan kesayangan (kucing diketahui sebagai induk semang definitif toxoplasma), tidak memberikan daging mentah pada kucing piaraan, mencuci buah dan sayur sebelum dikonsumsi.

"Untuk mencegah penularan toxoplasma melalui sista bisa dilakukan dengan mencuci daging sebelum dimasak, mengurangi mengkonsumsi daging setengah matang," katanya.

Sementara itu risiko toxoplasmosis individu sangat tergantung dengan imunitas seseorang sangat bervariasi sesuai dengan situasi. Misal pada ibu hamil yang telah imun sebelum konsepsi tidak berisiko toxoplasmosis terhadap fetus yang dikandung. Akan tetapi beberapa individu yang immunocompromise beresiko bila ada reinfeksi toxoplasma.

"Pencegahan congenital toxoplasmosis dapat dicapai melalui promosi kesehatan dibanding dengan program screening antenatal," pungkas Wayan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar