Jumat, 07 Mei 2010

Alergi Susu Sapi? Coba Susu Kambing

Alergi Susu Sapi? Coba Susu Kambing
Rabu, 5 Mei 2010 | 11:14 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Dibandingkan dengan susu sapi, susu kambing punya beberapa keunggulan sebagai makanan tambahan bagi anak balita. Selain lebih mudah dicerna, susu kambing mengandung lebih banyak mineral yang dibutuhkan untuk pertumbuhan anak.

Di kalangan masyarakat luas, terutama di negara berkembang, pengertian susu lebih mengacu pada produk susu sapi. Di Amerika saja tidak kurang dari 10 juta sapi dipelihara dan menghasilkan sekitar 56,7 juta ton susu. Padahal, selain sapi, ternak lain yang sangat potensial menghasilkan susu adalah kambing. Saat ini susu kambing mulai populer di Indonesia walaupun penyediaannya belum sebanyak susu sapi.

Jika pada sapi perah dikenal keturunan Holstein sebagai penghasil susu utama, di "keluarga" kambing yang terkenal sebagai penghasil susu berkualitas tinggi dengan kandungan lemak rendah adalah jenis Saanen. Jenis Nubian menghasilkan sedikit susu, tetapi berkadar lemak tinggi. Jenis Toggenburg, LaMancha, Oberhasli, dan Alpine termasuk penghasil susu kualitas menengah.

Bagaimana rasanya? Susu kambing yang berlemak tinggi tentu jauh lebih nikmat dibandingkan dengan yang berlemak rendah. Namun, konsumsi susu berlemak tinggi berpotensi menyebabkan obesitas.

Susu kambing memang memiliki karakteristik yang berbeda dengan susu sapi ataupun ASI. Susu kambing memiliki daya cerna protein yang tinggi dan rasa asam yang sangat khas.

Aroma kambing
Ada masyarakat yang beranggapan bahwa susu kambing beraroma seperti kambing. Hal tersebut tidak sepenuhnya benar. Adanya aroma yang mengganggu sangat tergantung dari cara pengolahan susu tersebut.

Bau kambing pada susu kambing sebenarnya merupakan dampak dari wadah susu yang tercemar aroma yang dihasilkan oleh kelenjar kambing. Jika pengolahan dilakukan secara benar, susu kambing tidak akan memiliki aroma yang terlalu mengganggu.

Pengaturan konsumsi pakan juga memengaruhi kualitas susu kambing. Hal serupa juga berlaku pada susu sapi. Untuk menambah selera, terutama bagi mereka yang mempunyai indra penciuman yang sangat sensitif, konsumsi susu kambing juga dapat dicampur dengan flavor lain, seperti cokelat, vanila, atau stroberi.

Susu kambing yang terbaik untuk dikonsumsi adalah dalam bentuk segar (raw milk) karena kandungan gizinya belum banyak yang hilang akibat proses pengolahan. Sayangnya, tidak semua orang bisa mengonsumsi susu kambing segar. Bentuk olahan susu kambing yang lain adalah susu pasteurisasi, yoghurt, es krim, dodol, ataupun kefir (susu asam).

Susu kambing mempunyai struktur dan ukuran lemak yang lebih kecil dibandingkan dengan susu sapi sehingga lemak mudah sekali larut dan tercampur secara lebih merata (homogen). Hal itulah yang menyebabkan susu kambing terasa lebih halus dan lembut. Di sisi lain, susu kambing mempunyai kandungan lemak relatif lebih tinggi dibandingkan dengan susu sapi.

Mudah dicerna
Dalam beberapa hal, susu kambing juga mempunyai keunggulan dibandingkan dengan susu sapi. Kandungan asam lemak pada susu kambing jauh lebih banyak dibandingkan dengan susu sapi atau susu kedelai. Namun, dibandingkan dengan asam lemak pada susu sapi, susu kambing lebih banyak mengandung asam lemak berantai pendek dan sedang.

Hal tersebut menyebabkan lemak susu kambing lebih mudah dicerna tubuh untuk menghasilkan energi sehingga tidak tertimbun sebagai lemak atau kolesterol. Dengan demikian, kekhawatiran menjadi gemuk atau terserang penyakit yang berkaitan dengan kolesterol tidak perlu terjadi.

Dari hasil penelitian Mack pada tahun 1953 terbukti, kelompok anak yang diberi susu kambing memiliki berat badan, mineralisasi kerangka, kepadatan tulang, vitamin A plasma darah, kalsium, tiamin, riboflavin, niasin, dan konsentrasi hemoglobin yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok anak yang diberi susu sapi.

Selain itu, susu kambing juga memiliki kapasitas buffer yang lebih baik sehingga bermanfaat bagi anak yang mengalami gangguan pencernaan. Namun, susu kambing juga memiliki kelemahan, yakni kandungan asam folat dan vitamin B12-nya lebih rendah daripada susu sapi.

Susu kambing juga mengandung lebih sedikit orotic acid. Relatif rendahnya kandungan senyawa tersebut berpengaruh baik terhadap pencegahan sindroma perlemakan hati. Hal itu menyebabkan susu kambing sangat baik untuk menjaga kesehatan hati.

Kalsium lebih tinggi
Kandungan kalsium pada susu kambing jauh lebih baik daripada susu sapi atau kedelai, yaitu dalam 100 gramnya masing-masing mengandung 133, 100, dan 15 mg (lihat Tabel 2). Demikian juga dengan kadar fosfornya. Kadar fosfor dalam 100 gram susu kambing, susu sapi, dan susu kedelai adalah 110, 90, dan 49 mg.

Konsumsi segelas susu kambing dapat memenuhi 32,6 persen kebutuhan tubuh akan kalsium dan 27 persen kebutuhan tubuh akan fosfor setiap hari. Sebaliknya, segelas susu sapi hanya memenuhi 29,7 persen kebutuhan tubuh akan kalsium dan 23,2 persen fosfor setiap hari.

Kalsium sangat penting untuk pertumbuhan tulang. Selain itu, kalsium juga penting untuk melindungi sel-sel di kolon (usus besar) agar terhindar dari kanker. Kalsium juga dapat mengurangi angka kejadian tulang keropos (osteoporosis), terutama pada ibu-ibu yang sudah memasuki masa menopause.

Manfaat lain dari kalsium adalah mencegah migrain dan mengatur tekanan darah. Menurut sebuah publikasi pada The American Journal of Clinical Nutrition, seorang gadis yang baru mengalami menstruasi sebaiknya diberi asupan susu kambing untuk menjaga kandungan kalsium di dalam tubuhnya.

Kadar protein susu kambing tidak jauh berbeda dengan susu sapi. Konsumsi satu gelas susu kambing dan susu sapi masing-masing dapat memenuhi 17,4 dan 16,3 persen kebutuhan tubuh akan protein setiap hari. Protein merupakan zat gizi yang sangat dibutuhkan untuk mendukung proses tumbuh kembang pada anak. Pada orang dewasa, protein sangat dibutuhkan untuk pemeliharaan jaringan dan penggantian sel tubuh yang rusak.

Susu kambing juga dipercaya dapat mengatasi penyakit darah tinggi karena kandungan kaliumnya yang tinggi. Namun, yang perlu diperhatikan adalah kandungan kolesterolnya yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan susu sapi. Karena itu, susu kambing tidak disarankan bagi mereka yang menderita obesitas dan kolesterol tinggi.

Seperti halnya susu sapi, susu kambing juga mengandung laktosa yang cukup tinggi meskipun sedikit lebih rendah daripada susu sapi. Kadar laktosa pada susu kambing dan susu sapi mencapai 4,1 dan 4,7 persen dari total padatan. Karena itu, penderita lactose intolerancesebaiknya menghindari konsumsi susu kambing dalam keadaan segar. Susu kambing dapat juga dikonsumsi dalam bentuk olahan, seperti yoghurt maupun kefir yang memiliki kadar laktosa rendah.

Pengganti susu sapi
Pada bayi sering ditemukan kasus alergi terhadap susu sapi. Susu sapi merupakan salah satu bahan pangan penyebab alergi yang paling sering terjadi pada anak-anak. Penyebab alergi lain yang potensial adalah telur, udang, dan ikan.

Hippocrates pertama kali melaporkan adanya reaksi alergi terhadap susu sapi sekitar tahun 370 Masehi. Dalam beberapa dekade belakangan ini, prevalensi dan perhatian terhadap alergi susu sapi semakin meningkat.

Beberapa penelitian di beberapa negara menunjukkan bahwa prevalensi alergi susu sapi dalam tahun pertama kehidupan anak sekitar 2 persen. Sekitar 1-7 persen bayi menderita alergi terhadap protein yang terdapat dalam susu sapi. Perlu diingat bahwa sekitar 80 persen susu formula bayi yang beredar di pasaran ternyata menggunakan bahan dasar susu sapi.

Alergi merupakan masalah yang tidak boleh diremehkan. Reaksi yang ditimbulkan dapat mengganggu semua organ tubuh dan perilaku anak sehingga bisa menghambat pertumbuhan dan perkembangan anak. Pada tahun pertama kehidupan anak, sistem imun tubuhnya relatif masih sangat lemah dan rentan.

Gejala alergi terhadap protein susu biasanya timbul pada bayi yang berumur dua sampai empat minggu dan gejalanya akan semakin jelas saat usia enam bulan. Bagian tubuh yang terserang alergi adalah saluran pencernaan, saluran pernapasan, dan kulit. Gejala yang tampak akibat alergi terhadap protein susu antara lain muntah, diare, penyerapan zat gizi yang kurang sempurna, asma, bronkitis, migrain, dan hipersensitif.

Menurut Judarwanto (2000), alergi susu sapi 80 persen akan menghilang atau menjadi toleran sebelum anak berusia 3 tahun. Upaya penanganan terhadap alergi susu sapi adalah menghindari konsumsi susu sapi dan makanan lain yang mengandung susu sapi. Sebagai penggantinya, dapat digunakan susu kedelai atau susu kambing.

Sekitar 20-50 persen dari bayi yang diteliti memperlihatkan gejala tidak toleran terhadap susu kedelai. Karena itu, susu kambing lebih direkomendasikan sebagai pengganti susu sapi pada bayi yang menderita alergi.

Susu kambing dilaporkan telah banyak digunakan sebagai pengganti ataupun bahan pembuatan makanan bagi bayi yang alergi terhadap susu sapi. Alergi pada saluran pencernaan bayi dilaporkan berangsur-angsur dapat disembuhkan setelah diberikan susu kambing.

Menurut Noor (2002), sekitar 40 persen pasien yang alergi terhadap protein susu sapi memiliki toleransi yang baik terhadap susu kambing. Pasien tersebut kemungkinan besar sensitif terhadap laktoglobulin yang terkandung dalam susu sapi. Diduga bahwa laktogloglobulin (salah satu komponen protein susu) merupakan komponen yang paling bertanggung jawab terhadap kejadian alergi protein susu.

Menurut Judarwanto (2000), terdapat lebih dari 40 jenis protein pada susu sapi yang dapat menyebabkan alergi. Selain betalaktoglobulin, komponen protein lain seperti kasein, alfa-laktalbumin, serum albumin, dan immunoglobulin juga dapat menyebabkan alergi.


Editor: acandra | Sumber :Tabloid Gaya Hidup Sehat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar