Selasa, 15 September 2009

RUU Kesehatan Disahkan

Senin, 14/09/2009 13:40 WIB

RUU Kesehatan Disahkan, Rumah Sakit Tak Boleh Tolak Pasien

Elvan Dany Sutrisno - detikHealth


img
(Foto: Reuters)
Jakarta, DPR akhirnya mengesahkan UU Kesehatan setelah terkatung-katung selama dua periode sejak tahun 2000. Dalam UU itu rumah sakit dilarang menolak pasiennya dengan alasan tidak ada biaya.

Pengesahan UU Kesehatan cukup cepat tanpa ada interupsi dan penolakan dari fraksi sehingga tidak ada pandangan fraksi. Dua fraksi yang semula menolak yakni Partai Bintang Reformasi (PBR) dan Partai Damai Sejahtera (PDS) ikut menyetujui.

Ketua DPR Agung Laksono langsung mengetok palu mengesahkan UU Kesehatan dalam rapat paripurna di gedung DPR, Jakarta, Senin (14/9/2009).

Ketua Komisi IX DPR Ribka Tjiptaning dari PDIP mengaku bersyukur RUU Kesehatan disahkan karena sudah sangat panjang pembahasannya selama dua periode.

Ribka mengatakan hal paling krusial dalam UU Kesehatan ini adalah perlindungan pasien dan mengatur pelayanan maksimal pada pasien. Rumah Sakit tidak boleh menolak pasien dengan alasan apapun.

"Karena dalam pandangan UU ini setiap orang yang datang ke rumah sakit adalah orang yang sakit yang harus dilayani kebutuhan medisnya bukan dilihat dari masalah dana," kata Ribka.

Rumah Sakit juga tidak diperbolehkan mengkomersialisasi segala hal kecuali untuk kepentingan donor.

Dalam UU ini juga akan ada pembentukan badan pengawas rumah sakit independen yang anggotanya dari kalangan masyarakat, dokter, agamawan, yang pembentukannya sepengetahuan DPR. Dengan adanya badan pengawas ini, pengaduan masyarakat mengenai keluhan terhadap layanan rumah sakit diharapkan dapat diserap. Badan-badan inilah yang akan melaporkan pelanggaran rumah sakit terkait UU Kesehatan.

"Misalnya rumah sakit tidak boleh menolak pasien, tidak boleh melakukan komersialisasi aset, mengaku-ngaku kamar III nya kosong jadi pasien harus memilih kamar 1. Apabila pasien meninggal gara-gara ulah rumah sakit nakal minimal izin rumah sakit bisa dicabut. Pidana maksimal apabila sampai ada kematian akibat kelalaian dengan denda Rp 1 miliar dan 10 tahun penjara untuk masing-masing yang terlibat membahayakan pasien," tutur Ribka.

Sementara untuk masalah aborsi, kesehatan reproduksi dan susu formula yang semula mendapat kritikan tajam dinilai Ribka sudah tepat porsinya.

"Aborsi tetap dilarang tapi ada pengecualian misalnya ada rekam medis berbahaya atau perkosaan," katanya.

Namun pada intinya, lanjut Ribka, aborsi tidak boleh, walaupun akan dilakukan aborsi tetap harus melalui badan konseling yang akan mengecek boleh tidaknya aborsi serta melihat rekam medis seperti apa kesehatannya sebelumnya.

Dalam UU ini kata Ribka, tidak dibahas lagi masalah susu formula tapi keharusan menggunakan ASI di rumah sakit untuk bayi di bawah 6 bulan.

"Selama 6 bulan rumah sakit wajib memberikan informasi dan memastikan bayi yang baru lahir mengonsumsi ASI baru setelah 6 bulan baru boleh mendapat susu formula untuk tambahan gizinya," ujar Ribka.

Ribka menilai UU Kesehatan ini adalah yang paling reformis. "Saya hingga hari ini masih ditentang sama dokter-dokter karena mereka merasa rugi, padahal saya dokter juga," katanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar