UGM Ciptakan Sepatu Khusus Penderita Diabetes
Ukuran sepatu berbeda antara kaki kanan dan kiri, tergantung kondisi penderita diabetes.
VIVAnews - Penderita diabetes memiliki risiko sebesar 29 kali terkena ulkus diabetika, komplikasi luka berbau pada permukaan kulit. Hal itu terjadi salah satunya karena penggunaan alas kaki yang tidak tepat, yang menyumbangkan 99,9% terjadinya ulkus diabetika.
Kenyataan ini mendorong empat mahasiswa Universitas Gajah Mada yakni Vivi Leona Amelia (Ilmu Keperawatan), Erlisa Diah Pertiwi (Statistika), Oktiyanto Ade Saputro (Teknik Industri), dan Arini Giska Safitri (Gizi Kesehatan) untuk menciptakan sepatu bagi penderita diabetes.
Menurut Arini, penderita diabetes tidak menyadari jika terjadi luka pada kaki karena mengalami neuropati, yakni saraf tidak dapat merasakan bahwa terjadi sakit di bagian tersebut. “Untuk itu, sangat penting bagi penderita diabetes untuk menggunakan alas kaki yang mampu melindungi agar tidak terluka ataupun memperlebar luka yang tidak dirasakan,” ucap Arini, dikutip dari situs UGM, 28 Juli 2011.
Sepatu yang dikembangkan oleh Arini dan kawan-kawan ini dirancang untuk mencegah terjadinya luka ataupun penambahan luka pada kaki penderita diabetes. Sepatu dibuat dengan menggunakan bahan-bahan yang dikombinasikan agar nyaman dan cocok bagi kondisi kaki penderita.
Bahan dasar sepatu menggunakan kulit sapi dan kambing. Bahan ini digunakannya karena sesuai dengan kondisi kelembaban kaki penderita yang sebaiknya tidak terlalu lembab agar tidak menimbulkan bakteri dan infeksi serta bau yang tidak sedap.
Di samping menggunakan kulit, mereka menambahkan merimes, sejenis busa kain, pada bagian dalamnya untuk mengurangi tingkat gesekan kaki dengan sepatu untuk meminimalisasi terjadinya lecet.
Tak seperti sepatu pada umumnya yang ada di pasaran, sepatu buatan empat mahasiswa ini memiliki ukuran yang berbeda antara kaki kanan dan kaki kiri, tergantung kondisi kaki penderita diabetes.
Sebelum dibuat, terlebih dahulu kaki penderita diukur sesuai dengan ergonomis kaki, dianalisis keadaannya apakah mengalami luka, bengkak, atau alergi. Setelah diperoleh hasilnya, baru ditentukan ukuran, model, dan bahan kulit yang sesuai kondisi kaki pasien.
“Sepatu yang dijual di pasaran kebanyakan ukuran kaki kiri dan kanan sama, padahal penderita diabetes yang mengalami ulkus ukuran kakinya bisa berbeda karena mengalami bengkak. Penggunaan alas kaki yang tidak sesuai ukuran kaki bisa semakin memperparah luka yang ada. Sepatu kami ini dibuat sesuai dengan ukuran kaki penderita diabetes. Inilah yang menjadi salah satu keunggulan produk kami,” klaim mahasiswi angkatan 2009 itu.
Arini menambahkan, sepatu diabetes dipasarkan dalam tiga kategori, yakni untuk kaki normal yang belum mengalami luka, untuk kaki yang telah bengkak atau ada lukanya, dan untuk kaki yang telah diamputasi. Sementara untuk model, mereka menawarkan dua tipe.
Tipe pertama untuk penderita dengan kaki yang masih normal dan yang telah mengalami luka atau bengkak di bagian kaki. Selanjutnya, tipe kedua untuk kaki dengan amputasi. Pada model ini, Arini menambahkan, pita pengencang di bagian atas untuk menambah kenyamanan pengguna.
Dua desain tersebut dibuat untuk memudahkan pengguna dalam pemakaian sepatu karena kaki dapat langsung masuk tanpa harus tergores. Sementara itu, di bagian tengah terdapat lubang udara sebagai ventilasi agar kaki tidak panas dan lembab. “Kami juga menggunakan perekat yang dapat disesuaikan dengan ukuran kaki pengguna sehingga ketika kakinya bengkak, mereka dapat menggunakan sepatu dengan mengendurkan perekatnya,” ucap Arini.
Kini sepatu khusus penderita diabetes itu sudah dijual di pasaran dengan kisaran harga 400-500 ribu rupiah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar